184 ribu anak berkebutuhan
khusus belum nikmati pendidikan
Kamis, 12 September 2013 01:07 WIB | 3111 Views
Pewarta:
Slamet AS
Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang
telah tertangani dan masuk dalam pendidikan inklusif baru 116.000 anak dari
total 300.000 anak, selebihnya masih di bawah asuhan orang tua
masing-masing,"
Ilustrasi.
Anak Berkebutuhan Khusus. (FOTO ANTARA/Dhoni Setiawan)
Trenggalek (ANTARA News) - Sekitar 184.000 anak
berkebutuhan khusus di Indonesia belum menikmati indahnya pendidikan layaknya
anak dengan kondisi mental dan fisik normal, demikian diungkap Direktur
Pembinaan Pendidikan Khusus Layanan Khusus (PKLK) Dirjen Pendidikan Dasar
Kemendikbud, Mudjito, Rabu.
"Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang yang telah tertangani dan masuk dalam pendidikan inklusif baru 116.000 anak dari total 300.000 anak, selebihnya masih di bawah asuhan orang tua masing-masing," katanya saat menghadiri deklarasi pendidikan inklusif di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Ia memastikan, permasalahan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan diselesaikan secara bertahap, salah satunya melalui gerakan pendidikan inklusif yang digulirkan di bergai daerah se-Indonesia.
Mudjito mengaku optimistis permasalahan tersebut akan berkurang seiring peluncuran gerakan tersebut, mengingat masing-masing daerah memiliki komitmen yang kuat untuk bersama-sama untuk memecahkan permasalahan tersebut.
"Perkembangannya cukup bagus, dengan model (gerakan) seperti ini, yang oleh dinas pendidikan kemudian disapu, sekolah-sekolah semua melayani, dalam satu tahun itu perkembangannya bisa sampai 11 ribu anak yang sekolah," katanya.
Dijelaskan, pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus memiliki problem yang cukup rumit, mulai dari tingkat keluarga, lingkungan hingga sekolah.
Kata dia, orang tua sering merasa minder dengan kondisi anaknya yang tidak sempurnya, seperti layaknya anak-anak yang lain.
Di sisi lain lingkungan sekitar rumah cenderung mendiskreditkan anak berkebutuhan khusus tersebut dan menganggap sebagai hal yang aneh.
"Sudut pandang semacam inilah yang harus kita hapus bersama-sama, makanya gerakan untuk memberikan pendidikan inklusif ini adalah salah satu caranya," tandasnya.
Mudjito mengatakan, Kemendikbud tahun ini memberikan alokasi anggaran sebesar Rp900 juta untuk setiap daerah yang siap meluncurkan program pendidikan inklusi.
Anggaran tersebut, lanjut dia, digunakan untuk peningkatan kemampuan pendidik serta edukasi masyarakat.
Mudjito menambahkan, dengan dana itu dinas pendidikan di masing-masing daerah bakal melakukan sosialisasi kepada keluarga, masyarakat maupun sekolah dengan memberikan pemahaman bahwa semua anak memiliki hak serta posisi yang sama dalam dunia pendidikan.
Ke depan diharapkan tidak ada lagi diskriminasi, anak-anak kebutuhan khusus mendapatkan haknya untuk mengakses pendidikan yang layak.
Sebagaimana data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga kini terdapat sedikitnya 25 kabupaten/kota yang telah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan masalah pendidikan inklusif.
Setiap kabupaten tersebut mewajibkan beberapa sekolah yang ditunjuk untuk menerima siswa dengan kebutuhan khusus.
Mudjito mengklaim, tahun ini telah ada 40 kabupaten/kota yang siap untuk mengikuti program pengentasan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus.
(KR-SAS/M026)
"Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang yang telah tertangani dan masuk dalam pendidikan inklusif baru 116.000 anak dari total 300.000 anak, selebihnya masih di bawah asuhan orang tua masing-masing," katanya saat menghadiri deklarasi pendidikan inklusif di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Ia memastikan, permasalahan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan diselesaikan secara bertahap, salah satunya melalui gerakan pendidikan inklusif yang digulirkan di bergai daerah se-Indonesia.
Mudjito mengaku optimistis permasalahan tersebut akan berkurang seiring peluncuran gerakan tersebut, mengingat masing-masing daerah memiliki komitmen yang kuat untuk bersama-sama untuk memecahkan permasalahan tersebut.
"Perkembangannya cukup bagus, dengan model (gerakan) seperti ini, yang oleh dinas pendidikan kemudian disapu, sekolah-sekolah semua melayani, dalam satu tahun itu perkembangannya bisa sampai 11 ribu anak yang sekolah," katanya.
Dijelaskan, pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus memiliki problem yang cukup rumit, mulai dari tingkat keluarga, lingkungan hingga sekolah.
Kata dia, orang tua sering merasa minder dengan kondisi anaknya yang tidak sempurnya, seperti layaknya anak-anak yang lain.
Di sisi lain lingkungan sekitar rumah cenderung mendiskreditkan anak berkebutuhan khusus tersebut dan menganggap sebagai hal yang aneh.
"Sudut pandang semacam inilah yang harus kita hapus bersama-sama, makanya gerakan untuk memberikan pendidikan inklusif ini adalah salah satu caranya," tandasnya.
Mudjito mengatakan, Kemendikbud tahun ini memberikan alokasi anggaran sebesar Rp900 juta untuk setiap daerah yang siap meluncurkan program pendidikan inklusi.
Anggaran tersebut, lanjut dia, digunakan untuk peningkatan kemampuan pendidik serta edukasi masyarakat.
Mudjito menambahkan, dengan dana itu dinas pendidikan di masing-masing daerah bakal melakukan sosialisasi kepada keluarga, masyarakat maupun sekolah dengan memberikan pemahaman bahwa semua anak memiliki hak serta posisi yang sama dalam dunia pendidikan.
Ke depan diharapkan tidak ada lagi diskriminasi, anak-anak kebutuhan khusus mendapatkan haknya untuk mengakses pendidikan yang layak.
Sebagaimana data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga kini terdapat sedikitnya 25 kabupaten/kota yang telah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan masalah pendidikan inklusif.
Setiap kabupaten tersebut mewajibkan beberapa sekolah yang ditunjuk untuk menerima siswa dengan kebutuhan khusus.
Mudjito mengklaim, tahun ini telah ada 40 kabupaten/kota yang siap untuk mengikuti program pengentasan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus.
(KR-SAS/M026)
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © 2013
Komentar
:
Menurut
saya , artikel ini meyakini bahwa pendidikan inklusif akan membaik secara
merata di berbagai daerah di Indonesia dengan adanya kegiatan pemerataan ini
terbukti dengan semua sekolah melayani mengalami perkembangan sampai 11 ribu
anak yang bersekolah saat ini , meskipun memiliki kendala di tingkat keluarga
hingga sekolah. Dari keluarga juga merasa minder dengan keadaan anakya yang
memiliki keterbatasan , seharusnya orang tua mendung degan adanya sekolah
inklusif karena dengan adanya sekolah tersebut anak akan menjadi lebih baik
(mental) dan mandiri dengan cara bersosialisasi dengan lingkungannya yang baru
tanpa harus terus-terusan bergantung pada orang tuannya.
Dengan
anggaran 900 juta untuk setiap anggota seharusnya di pakai semaksimal mungkin
agar anak ABK dapat hidup mandiri dan layak bekerja dengan orang normal
umumnya. dengan adanya bantuan sosialisasi akan pentingnya pendidikan tersebut.
Orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan ABK , jadi jika orang tua
mendukung anaknya untuk bersekolah inklusif maka akan membaik juga kehidupannya
nanti .
Nama : Evi Yuliana
Kelas : 2012 B
Nim : 121 024 016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar